Bagi Hendra/Ahsan, gelar ini mengulangi sukses mereka pada tahun 2014 lalu. Keberhasilan Hendra/Ahsan terasa spesial karena mereka merupakan satu-satunya wakil Indonesia yang tampil di final dan menjadi juara pada tahun ini.
Meski sudah tidak muda lagi, pasangan yang kini berlatih di luar pelatnas PBSI Cipayung, masih punya taring untuk bersaing dengan pemain-pemain muda. Bahkan, Hendra tampil dengan cedera kaki yang belum pulih.
Semangat pantang menyerah menjadi kunci kemenangan, pasangan yang pernah dua kali menjuarai kejuaaraan dunia ini. Kalah mudah 11-21 di gim pertama, mereka kemudian bangkit untuk memenangi dua gim berikutnya.
"Kami tidak mau menyerah, walau kalah jauh, tetap berusaha, menerapkan strategi kita. Sekarang pemain muda banyak yang kuat-kuat. kami hanya fokus dengan belajar dari pengalaman. Terima kasih sudah mendukung kami dan gelar ini untuk rakyat Indonesia," kata Ahsan.
Hendra sendiri menilai, turnamen All England merupakan turnamen bergengsi yang wajib diambil. "Kami senang bisa juara lagi di sini. Kami punya motivasi tinggi. Sebisa mungkin saya tidak memikirkan cedera kaki saya. Sakitnya masih terasa, tapi lebih baik dari kemarin," kata Hendra.
Acungan jempol juga layak diberikan kepada pelatih Herry IP yang mendampingi Hendra/Ahsan di pinggir lapangan. Meski Hendra/Ahsan sudah tidak di pelatnas lagi, Herry IP yang berstatus pelatih kepala ganda putra pelatnas Cipayung tetap bersedia mendampingi mereka. Herry IP memang pelatih yang memasangkan mereka setelah Hendra berpisah dengan Markis Kido, saat Hendra dan Ahsan masih di pelatnas Cipayung.