Saya tidak ingin masuk dan menyentuh keterlibatan penanganan kasus tersebut oleh Exco dan Komite Etik PSSI, serta pihak kepolisian. Bahwa pihak internal PSSI dan polisi mau terlibat, silahkan saja. PSSI bisa melakukannya lewat rapat darurat Exco untuk meminta Komite Etik segera melakukan investigasi, khusus untuk memeriksa anggotanya. Meski, sampai sekarang Exco belum rapat, dan Komite Etik juga belum bersuara lantang ke luar. Nggak apalah, karena begitulah PSSI selama ini. Misterius, dan tidak peduli dengan dunia luar.

Sementara, kepolisian dapat terlibat lewat investigasi pidana umum, kasus dugaan suap-menyuap di PSSI, tapi itupun harus ada yang melapor. Mengapa kepolisian bisa ikut terlibat menyelidiki, karena ada oknum-oknum di luar PSSI yang diduga terlibat.

Karena alasan-alasan tersebut, saya akan khusus menyorot penuntasan kasus tesebut lewat jalur kepanitiaan Piala Dunia yang terbentuk lewat Keputusan Presiden (Keppres). Untuk itu, pemerintah lewat Menpora tidak boleh melepaskan tanggung jawab untuk tidak menyelesaikan kasus ini dengan cepat.

Lima hari (Kamis 17 Desember), setelah berita ini muncul dan menjadi viral di media sosial, Menpora baru merespons, tepatnya di hari Senin (21 Desember). Pernyataan Menpora yang disuarakan oleh Sesmenpora, Gatot Dewabroto, menurut saya, sangat sumir dan normatif. Tidak menyentuh akar permasalahan, dan sepertinya tidak ingin menuntaskan masalah ini menjadi terang-benderang.

Ada apa dengan Menpora? Pertanyaan ini otomatis muncul, mengingat di lembaga tersebut, ada sejumlah staf yang sangat menguasai persoalan sepak bola nasional. Mereka-mereka ini seharusnya bisa memberikan masukan yang tepat dan positif bagi Menpora dalam menindaklanjuti kasus tersebut, sesuai dengan kapasitasnya.

Coba simak beberapa pernyataan Gatot Dewabroto di salah satu media sosial:

“Tunggu laporan lengkap dari pihak-pihak terkait”. “Tidak akan jemput bola”. Atau, “Tapi, kalaupun benar kami prihatin”. (???)

Lain lagi pernyataan Menpora, Zainudin Amali yang dikutip dalam tulisan Staf Khusus, M Nigara yang adalah sahabat saya. ”Tindak tegas, jika terbukti”. “Saya sudah minta PSSI untuk segera melakukan investigasi dan hasilnya dimumkan ke publik,”. “Itu menjadi wewenang mereka. Prinsipnya, jangan karena campur tangan pemerintah, PSSI di-banned lagi oleh FIFA,”.

Jalur Kepanitiaan

Pak Menpora, kalau boleh ijinkan saya mengoreksi, sekaligus mempertajam pernyataan Anda di atas. “Usut segera, langkah cepat, buktikan kebenaran,”. “Bentuk Tim Investiga Independen oleh Menpora, dan hasilnya diumumkan paling lambat dalam sebulan ke depan kepada publik,”. “Untuk tindakan seperti di atas, pemerintah maupun Menpora tidak mengintervensi federasi atau PSSI,”. “Abaikan kekhawatiran PSSI di-banned oleh FIFA,”.

Tidak ada alasan untuk tidak membentuk Tim Investiga Independen. Dan, sebaiknya tim itu terdiri dari tujuh elemen, Pemerintah/Menpora, Komisi X DPR RI, Polri, ahli hukum, wartawan, LSM, dan mantan pemain nasional. Biaya operasional, karena hanya sebulan bekerja dan tidak terlalu banyak membutuhkan biaya, maka bisa diambil dari sekitar Rp 450 miliar yang sudah dialokasikan pemerintah ke penyelenggaraan Piala Dunia.

Sesuai Keppres tentang Piala Dunia U-20, Menpora ditunjuk sebagai Ketua Panitia Penyelenggara (INAFOC). Dalam kapasitas tersebut, Menpora otomatis membawahi semua bidang di bawahnya, termasuk Timnas U-19. Dan, dalam satu Kepress itu juga dipilih Mochamad Iriawan atau Iwan Bule yang biasa disapa Ibul sebagai Penanggung Jawab Timnas U-19. Sedangkan Iwan Budianto (IB) adalah Wakil Ketua INAFOC.

Dengan demikian, ketika ada terjadi isu dugaan suap-menyuap, bahkan sudah viral di media sosial, di Timnas U-19 yang otomatis berada di bawah kendali, wewenang dan tanggung jawab penuh pemerintah, maka Menpora tidak bisa tinggal diam. Apalagi mengharapkan dan hanya menunggu laporan dari pihak PSSI.

Menpora harus bertindak dari jalur kepanitiaan Piala Dunia, karena Ibul dan IB adalah bawahannya di INAFOC. Kasus ini, bahkan, menyangkut Timnas U-19 yang semua biayanya, mulai dari persiapan, operasional, penggajian ofisial, menggunakan uang rakyat sebesar Rp 56 miliar yang sudah dikucurkan. Kalau boleh disederhanakan,

Timnas U-19 saat ini berbaju pemerintah, dan bukan PSSI. Dalam konteks ini, sekali lagi Menpora tidak ikut mencampuri urusan internal PSSI, tetapi justru membenahi kepanitiaan INAFOC yang dipimpinnya, sama-sekali tidak ada hubungan dengan organisasi PSSI. Ibul dan IB segera dinonaktifkan dari jabatannya di INAFOC (bukan jabatan di PSSI), sambil menunggu investigasi pihak Menpora.

Piala Dunia masih enam bulan ke depan, Menpora tidak perlu khawatir kehilangan dua bawahannya. Masih ada banyak anak bangsa yang sanggup mendampingi Anda untuk menyukseskan penyelenggaran Piala Dunia. Masih ada pengurus teras PSSI lainnya, atau profesional di luar PSSI yang sanggup menjadi Wakil Ketua INAFOC maupun Penanggung Jawab Timnas U-19, atau manajer tim.

Kini, saatnya Anda membuktikan kepedulian Kemenpora dalam membenahi dan memajukan olahraga, khususnya sepakbola. Jangan lupa bahwa sudah setahun lebih Anda dilantik tetapi belum melakukan sesuatu yang waaah di olahraga nasional.

Momentum ini adalah kesempatan Anda untuk membuktikan kepada masyarakat dan insan sepak bola Indonesia bahwa Menpora memang memiliki niat sungguh-sungguh memajukan sepak bola.

Buktikan juga kepada Presiden Joko Widodo, Kemenpora periode sekarang lebih baik dari pendahulunya. Dengan menuntaskan kasus ini, maka Anda juga telah membuktikan kepada Presiden, bahwa memang Anda tidak akan pernah lupa mewujudkan dan menjawab “bisikan” mesra beliau. “Sepak bolanya Pak…"!

Menpora, Anda tidak perlu menunggu lagi. Segera bertindak. Jika dugaan suap-menyuap ini tidak benar, maka Ibul dan IB sudah pasti telah membantah, bahkan bila perlu membawahnya ke jalur hukum. Faktanya, mereka tidak berani keluar untuk mengklarifikasi informasi yang sudah jelas-jelas menabrak dan merusak nama baiknya.

Pertanyaan paling sederhana. Jika tidak benar, mengapa Ibul dan IB tidak mengklarifikasinya ke masyarakat. Keduanya adalah tokoh sepakbola nasional, dan orang-orang yang dipercaya duduk di posisi teras kepanitiaan Piala Dunia. Sekarang

nama baik dan reputasinya dipertanyakan, tetapi mereka malah diam, atau lebih tepat bersembunyi dari hingar-bingar isu tersebut. Apakah orang-orang dengan mental dan moral seperti ini yang Anda percayakan untuk bekerja bersama, dan menggunakan uang rakyat sekitar Rp 450 miliar sebagai biaya penyelenggaraan serta Rp 56 miliar untuk Timnas U-19?

Terang-benderang

Pemangku kepentingan dan pihak-pihak terkait yang mememiliki kewenangan guna menyelesaikan dugaan suap-menyuap di timnas U-19 sebaiknya masih memiliki niat tulus untuk memperbaiki karut-marutnya sepakbola nasional yang sudah seperti benang kusut. Semua barang bukti sudah bisa didapat, dan tinggal bagaimana dan kapan siapa yang memulainya. Kepolisian, Komite Etik PSSI, atau Menpora lewat Tim Independennya?

Setelah kasus ini mencuat, mereka-mereka yang disebut namanya dalam tulisan Erwiyantoro yang biasa disapa Toro, mulai mencari alibi-alibi untuk melawan sangkaan tersebut. Bukti kwitansi penyerahan uang 100 ribu dollar Singapura dijadikan pengalihan isu, sekaligus pembenaran bahwa uang itu untuk pemesanan tiket menonton Piala Dunia.

Kemudian, ada juga pernyataan bahwa setengah dari jumlah uang tersebut digunakan membayar gaji karyawan PSSI, dan setengah lagi untuk biaya operasional dan transportasi Pelatih Shin Tae-yong (STY), serta biaya entertainment.

Sungguh naif mereka ini. Yang jelas, kalau memesan tiket Piala Dunia saat ini, dan lewat PSSI pula, itu sebuah tindakan yang tidak tepat, jika tidak dibilang pembohongan. Domain menjual tiket itu milik FIFA. Federasi, dalam hal ini PSSI, sama-sekali tidak terlibat di urusan pertiketan. Justru, yang bisa menjembatani pembelian, atau pemesanan tiket ke FIFA adalah INAFOC.

Tapi, kalau kita mencoba mengikjuti argumen mereka bahwa uang itu untuk membeli tiket, maka uang itu seharusnya masih tersimpan di kas PSSI. Lalu, mengapa ada pernyataan bahwa uang itu setengahnya sudah digunakan untuk pembayaran gaji karyawan PSSI, dan setengah lagi untuk operasional timnas U-19?

Nah, mengapa harus ada uang “siluman” lagi untuk membiayai operasional pelatih timnas U-19. Jika begitu, ke mana uang Rp 56 miliar subsidi pemerintah kepada Timnas U-19? Sudah habis terpakaikah, atau…? Menpora, Badan Pemeriksa

Keuangan (BPK), ini ada kerjaan kecil tetapi berdampak besar bagi Anda. Silahkan lakukan investigasi…!