Beberapa kali, sejak tahun lalu, usaha keras PSSI dibantu Menpora Zainudin Amali untuk mendapatkan izin dari Polri akhirnya membuahkan hasil. Dua hari lalu, Presiden telah menginstruksikan Menpora untuk segera berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait guna menggelar Kompetisi Liga 1.

Pernyataan Presiden itu disampaikan langsung kepada Menpora (tidak disebutkan dalam pertemuan tatap muka, zoom, atau lewat telepon). Bahkan, detail substansi pembicaraan Presiden dengan Menpora, khusus tentang sepakbola, tidak dirinci oleh Menpora. Yang diangkat Menpora hanyalah isu kompetisi sudah bisa berputar segera karena Presiden telah menyetujuinya.

“Pak Presiden memantau langsung, ada pesan dari beliau supaya kompetisi dilakukan, tapi dengan protokol kesehatan yang ketat…”, demikian kutipan pernyataan Presiden yang disampaikan Menpora. “…Jadi Pak Presiden peduli betul terhadap sepak bola.

Sampai beliau menyampaikan arahan kepada saya, ‘apalagi masalahnya’? Saya bilang tidak ada Pak…”, lanjut Menpora.

Kapolri Listyo Sigit Prabowo yang sebelumnya sangat teguh tidak memberikan izin, akhirnya luluh juga karena adanya intervensi Presiden. Sikap tegas Kapolri ini sangat beralasan karena merujuk pada kepentingan keselamatan dan kesehatan bangsa dan rakyat Indonesia dari ancaman penyebaran virus covid-19 yang masih tinggi.

Sebelum menerbitkan dan memberikan surat izin kepada PSSI, Kapolri menitipkan pesan yang sangat tegas kepada PSSI maupun PT LIB sebagai operator kompetisi. “Kalau itu semua berjalan baik, juga penegakan aturan prokes berjalan baik maka terkait dengan program kompetisi selanjutnya kita beri kelonggaran. Namun, jika sebaliknya, karena ini menyangkut kesehatan dan keselamatan rakyat maka kita akan evaluasi ulang,” tegas Kapolri.

Masih lanjut Kapolri: “Sebagai bentuk komitmen kita bersama, tentunya ke depan saya mengharapkan seluruh pencinta sepak bola bisa menjaga komitmen ini untuk kemajuan bersama”.

Bola kini di tangan PT LIB sebagai penyelenggara, apakah semua prokes akan diimplementasikan dengan baik dan benar di lapangan. Ini sebuah pertaruhan yang mahal karena sekaligus mengukur dan menguji kapasitas dan kompetensi PT LIB yang sebagian besar pengambil keputusan terdiri dari orang-orang baru dalam kepengurusan, dan sepak bola nasional.

Tajuk kompetisi

Kembali ke judul tulisan ini: Menpora “Mengkudeta” Presiden?. Saya sengaja memberi judul ini karena ada sesuatu yang tidak transparan, atau belum diumumkan ke publik mengapa kompetisi pra-musim harus bertajuk Piala Menpora.

Dalam dunia politik biasanya kata kudeta dikonotasikan dengan penggulingan kekuasaan atau pemerintahan yang sah. Namun, untuk kasus ini, kudeta yang dilakukan Menpora adalah mengambil alih brand, atau titel atau tajuk dari kompetisi pra-musim tersebut untuk memakai label Piala Menpora. Ini namanya Menpora mengkudeta kegiatan Presiden.

Bagaimana ini bisa terjadi, itu yang belum dijelaskan secara rinci oleh Menpora saat melakukan jumpa pers bersamaan dengan pengumuman diberinya izin kompetisi oleh Polri.

Sejak tahun 2017, di awal tahun sebelum menggelar kompetisi resmi liga tertinggi, PSSI biasanya mengawali dengan kompetisi pra-musim, dan saat itu memakai tajuk Piala Presiden. Kecuali tahun 2020 lalu, kegiatan kompetisi pra-musim Piala Presiden ini ditiadakan karena adanya pandemi covid-19.

Hingga kini pun baik PT LIB maupun PSSI belum mengumumkan adanya perubahan nama tajuk kompetisi pra-musim dari sebelumnya bernama Piala Presiden. Namun, mendadak muncul Piala Menpora sebagai titel kompetisi pra-musim tahun ini.

Ada beberapa kemungkinan yang perlu kita analisa bersama. Pertama, mungkinkah Presiden sengaja menghindar dari kekhawatiran tercoreng reputasinya kalau sampai memakai nama Piala Presiden untuk kompetisi pra-musim yang mengakibatkan berkembangnya virus covid-19? Dengan memakai tajuk Piala Menpora, maka dengan sendirinya Presiden akan terhindar dari akibat negatif kompetisi tersebut.

Atau, kedua, Menpora memanfaatkan kesempatan ini untuk menaikkan reputasi dan kinerjanya. Kalaupun benar kesimpulan ini, maka pertanyaannya, apakah Menpora sudah berkonsultasi dengan Presiden untuk memakai nama Piala Menpora? Ini tidak dibuka kepada publik oleh Menpora.

Publik pun harus tahu bahwa dengan memakai tajuk Piala Menpora, maka sejauh apa kewajiban Menpora untuk terlibat dalam kompetisi pra-musim tersebut. Apakah Menpora mempunyai kewajiban mendukung dana, atau sponsorship, atau hanya menitipkan brand-nya saja dan duduk manis menerima hasil kompetisi.

Sejauh ini untuk tajuk atau titel sebuah kompetisi, ada nilai nominalnya. Dan, jika itu menjadi tanggung jawab Menpora, maka dari mana anggaran pemerintah. Yang ada dalam program Menpora sebelum ini adalah kegiatan Piala Menpora itu diperuntukan bagi kompetisi usia dini. Namun, jika sekarang anggaran tersebut disubsidi untuk kegiatan kompetisi senior, berarti nilainya pasti akan membengkak dan berubah total.

Padahal, dalam program lain di bawah tanggung jawab Kemenpora seperti proyek Inpres nomor 3 tentang Percepatan Pembangunan Persepakbolaan Nasional, Menpora belum bisa bergerak leluasa karena alasan kendala keuangan. Inpres nomor 3 pun akhirnya dalam keadaan “mati segan, hidup tak mau’. Kini, dengan mudahnya, Menpora “menawarkan” diri ke PSSI untuk ikut menggelar kompetisi pra-musim.

Yang lebih parah lagi, pemerintah kini dengan tidak malu-malu dan secara terang-terangan telah mengintervensi PSSI, sesuatu yang sangat tabu dalam beberapa tahun sebelumnya.

Benarkah apa yang dikatakan Menpora di atas bahwa Presiden kini peduli terhadap sepak bola? Atau, pernyataan Menpora ini sekadar lips service? Jika memaknai lebih dalam, pernyataan Menpora ini sebetulnya sangat meremehkan Presiden.

Bagaimana mungkin seorang menteri mengukur kepedulian Presiden terhadap sepak bola hanya dengan pernyataan Presiden ikut memberikan kelonggaran bagi berputarnya sebuah kompetisi sepakbola. Izin keramaian Polri hanya sebuah kegiatan administrasi yang perlu dilakukan federasi, dan itu merupakan bagian terkecil dari semua rangkaian kegiatan dan program PSSI. Jadi alangkah naifnya, jika hanya untuk mendapatkan izin dari Prasiden, lalu dianggap Presiden sangat peduli dengan sepak bola.

Jika Presiden memang betul-betul peduli dengan sepak bola, maka lewat pembantunya, Menpora masih bisa melakukan hal-hal besar yang lebih urgen dan penting bagi perkembangan dan kemajuan sepak bola Indonesia.

Ini tentunya dimulai dengan kasus ketidakmampuan PSSI menggelar kompetisi sehingga memaksa pemerintah dalam hal ini Presiden dan Menpora ikut terlibat.

Menpora seharusnya memakai momentum ini untuk mengukur kinerja pengurus PSSI saat ini. Dan, jika mengintervensi PSSI, tidak usah yang kecil-kecil seperti ikut berjuang mendapatkan izin keramaian, tetapi sekalian mereformasi PSSI. Kalau ini dilakukan, maka barulah dikatakan Presiden dan pemerintah sangat, sangat, sangat peduli dengan sepak bola.

Bagaimana dengan kepudulian Presiden terhadap sepak bola lewat program Inpres nomor 3? Sudahkan Menpora menerjemahkannya di lapangan dengan baik? Padahal, peta jalan Inpres nomor 3 sudah ada, dan seharusnya sudah mulai beroperasi sejak tahun lalu. Ternyata, kepedulian Presiden dengan sepak bola lewat Inpres nomor 3 ini, tidak diterjemahkan dengan baik dan cepat oleh kementrian-kementrian terkait di bawahnya.

Ayo Bapak Presiden, kalaulah memang betul-betul peduli dengan perubahan di sepak bola, masih ada pekerjaan rumah lebih besar dari sekadar terlibat memberikan izin pertandingan. Reformasi sepak bola nasional yang didengung-dengungkan Bapak sejak tahun 2015 sampai sekarang belum terjadi, bahkan sepak bola Indonesia semakin jauh tenggelam.

“Hatiku meluap dengan kata-kata indah, aku hendak menyampaikan sajakku kepada raja; lidahku ialah pena seorang jurutulis yang mahir”.

Saat ini mungkin Pak Jokowi belum memberikan prioritas bagi olahraga, khususnya sepak bola. Tetapi, bila melepaskan tanggung jawab pemerintah sama sekali dari perbaikan sepak bola, tentu juga bukan sebuah langkah yang bijaksana.

Sama seperti Bapak menganggap berputarnya kompetisi akan memberikan, salah satunya, napas kehidupan bagi para pelaku terdepan. Dan, itu pula yang akan terjadi, jika sepak bola Indonesia ditangani dan diurus dengan baik maka jutaan rakyat akan menikmati kehidupan yang layak lewat olahraga yang sangat digandrungi masyarakat ini. Ayo Pak Jokowi, kapan lagi kalau tidak sekarang, R E F O R M A S I total…!!!